...........SELAMAT DATANG ...........

Senin, 27 Juni 2011

Ketika Akhwat Harus Meminang Ikhwan

Kala hati ini bergejolak
Siapa yang tau
Ketika hati ini semakin gundah
Siapa yang tau
Salahkah diri ini ketika harus menawarkan diri
Aku cinta bukan untuk kehinaan
Tapi untuk kebaikan hati dalam ridho Tuhan

Pernikahan adalah suatu hal yang sangat penuh dengan nilai kebaikan dan kesempurnaan. Tak sedikit para ikhwan dan akhwat yang hatinya penuh dengan gejolak karena syahwat dunia yang semakin hari semakin sulit untuk di bendung.

Setiap pertemuan selalu mendebarkan, terkadang tak tertahankannya perasaan membuat jatuh kedalam jurang yang gelap semakin menjauhkan dari keimanan. Naudzubillah.

Mungkin akan sedikit aneh di negri ini ketika seorang wanita atau akhwat memulai melantunkan nada pinangan kepada ikhwan yang di kehendakinya, karena hal ini sangat jarang di dengar tapi sesungguhnya sering kali terjadi. Hanya saja nada pinangan ketika akhwat yang memulainya agak sedikit aneh terdengar di gendering telinga. Seperti ada kerendahan, kehinaan, dan kejatuhan harga diri dari kemuliaan yang tidak mendasar.

Mungkin di antara kita tak sedikit bertemu atau melihat ada beberapa orang tua gadis yang mempunyai pertemanan dengan orang tua seorang ikhwan. Terlontarlah sebuah kebaikan dari orang tua si gadis untuk menjodohkan anak mereka. Sekilas mungkin biasa saja, tapi ini telah termasuk kedalam proses penawaran seorang gadis pada seorang ikhwan.

Banyak hal ini sebenarnya terjadi di dalam lingkungan kita, tapi terkadang kita tidak menyadarinya bahwa telah terjadi suatu proses peminangan seorang akhwat pada seorang ikhwan.

Tinjauan syar’i tentang hal ini?

Hal inipun telah banyak terjadi pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat. Tak sedikit akan kita temui riwayat para wanita menawarkan dirinya pada seorang laki-laki. Bahkan para sahabat Rasul saw dan ulama memandang sikap menawarkan diri ini sebagai sikap yang terpuji dan merupakan kemuliaan bagi si wanita.

Diriwayatkan dari Anas ra, ia bercerita, seorang wanita dating kepada Rasulullah saw untuk menawarkan dirinya kepada beliau seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau membutuhkan aku (sebagai istri)? Mendengar hal itu, putrid Anas berkata, “Betapa sedikit rasa malunya, dan betapa buruknya.” Anas berkata, “Ia lebih baik daripada engkau. Ia menyukai Rasulullah lalu menawarkan dirinya kepada Beliau.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5120), an-Nasa’I (VI/78, dan Ibnu Majah (2001)

Bagaimana Cara Akhwat Meminang Ikhwan?

Berkenaan dengan cara ini, tentunya kita tidak berlepas diri dari kisah-kisah shahih yang telah diriwayatkan oleh ulama-ulama gar tidak terjerumus pada hal-hal yang halal tapi kemudian menjadi haram.

a. Melalui orang tua atau kerabat

“Ummu Habibah binti Abu Sufyan berkata kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, nikahlah dengan saudara perempuanku puteri Abu Sufyan.” Beliau saw bertanya, “Apakah kamu menyukai yang demikian itu?” Ummu Habibah menjawab, “Saya tidak asing lagi bagimu, dan engkaulah yang paling kuinginkan untuk menyertai aku dalam kebaikan saudara perempuanku.” (diriwayatkan oleh al-Bukhari)

Pada kisah tersebut Ummu Habibah menawarkan saudara perempuannya pada Rasulullah saw, tapi kemudian Rasulullah saw menolaknya karena Ummu Habibah adalah istri Rasulullah saw dan tidak diperbolehkannya menikah dengan saudara perempuan istri.

Kemudian kita bisa belajar dari kisah Nabi Syu’aib as yang sudah sangat tua, yang kemudian menawarkan salah seorang putrinya kepada nabi Musa as sebagaimana tersurat di dalam Al Qur’an surat Al Qashash ayat 27-28 :

Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan".

b. Menawarkan diri secara langsung

Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad ra bahwa telah dating seorang wanita menawarkan dirinya kepada Rasulullh saw kemudian Rasulullah saw menundukkan pandangan darinya hingga datang seorang laki-laki berkata kepada Beliau, “Nikahkanlah aku dengannya.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5126) dan Muslim (1425))

Dari hadist ini kita dapat mengambil hikmah bahwa, apabila telah telah ada seorang laki-laki baik dalam agamanya dan matang dalam kepribadiannya lalu kemudian kita menghendakinya maka tak salah kita menyampaikan langsung hal tersebut padanya.

Hal ini juga ditempuh oleh Rabi’ah asy-Syamiyah ketika menawarkan dirinya kepada Syekh Ahmad bin Abu al-Huwari yang dikenal dengan kebaikan agama dan akhlaknya dan kemudian Syekh Ahmad pun menikah dengan Rabi’ah asy-Syamiyah setelah berkonsultasi dengan gurunya.

Nasihat Dalam Hal Ini

Meminang ikhwan yang dilakukan oleh akhwat adalah hal yang diperbolehkan dan tidak ada halangan bagi si akhwat untuk melakukan ini.

Namun kemudian tak sedikit ulama yang lebih menjaga hal ini agar tidak menimbulkan fitnah bukan bermaksud untuk mengahalangi si akhwat untuk melakukan hal ini, tidak lebih hanyalah untuk tetap bisa menjaga martabat dan kehormatan dari si akhwat dan menghindarkan timbulnya kerusakan.

Kemudian dalam memilih lelaki yang akan di pinang para ulamapun bersepakat bahwa lelaki itu telah terlebih dahulu dipastikan kesalihannya, kematangan emosionalnya, dan keluhuran akhlaknya.

Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Hasan bin Ali, “Aku mempunyai seorang putrid. Siapakah kiranya yang patut menjadi suaminya menurut engkau?” Jawabnya, “Seorang laki-laki yang bertaqwa kepada Allah. Karena jika ia senang, ia akan menghormatinya dan jika ia sedang marah, ia tidak suka berbuat dzalim kepadanya.”

Belajar Dari Khadijah

Terakhir ada sedikit kutipan dari buku ustadz Mohammad Fauzil Adhim yang berjudul “Saatnya untuk Menikah”, bagaimana agar kita bisa belajar dari Khadijah ra dalam hal menawarkan diri ini.

Sebelum Khadijah memutuskan untuk menawarkan diri kepada Muhammad yang ketika itu belum menjadi Nabi langkah pertama yang di ambil adalah mencari informasi sejelas-jelasnya dan setepat-tepatnya tentang Muhammad dengan mengutus Maisarah, seorang pekerja laki-laki yang bekerja padanya untuk mengikuti perjalanan dagang yang dipimpin oleh Muhammad.

Setelah memperoleh informasi yang rinci dan cukup, Khadijah kemudian mengutus Nafisah binti Munayyah (seorang wanita setengah bayah, berusia sekitar 50 tahun) yang kemudian bertugas menjajaki kemungkinan dan sekaligus menawarkan apabila terlihat adanya peluang.

Singkat cerita, pernikahanpun dilangsungkan dengan sebelumnya dilakukan peminangan resmi oleh keluarga Muhammad yang diwakili oleh pamannya, Abu Thalib dan Hamzah kepada keluarga Khadijah.

Dari hal ini, ada 4 hal penting yang perlu kita mencatatnya baik-baik sebelum menawarkan diri.

Pertama, carilah informasi sedetail-detailnya dan setepat-tepatnya sebelum memutuskan untuk menawarkan diri sehingga tidak terjadi ganjalan di tengah-tengah proses

Kedua, gendaknya kita menawarkan diri melalui perantaraan orang lain, bukan diri sendiri agar dapar dihindari hal-hal yang tidak perlu karena pengajuan penawaran yang tergesa-gesa

Ketiga, orang yang diminta untuk menjadi perantara adalah wanita yang sudah setengah baya, karena mereka cenderung lebih mudah dalam mengkomunikasikan hal ini, insyaAllah akan memberikan hasil yang lebih baik

Keempat, proses menuju pernikahan tetap dilanjutkan dengan peminangan secara resmi oleh pihak laki-laki.

Penutup

Demikian pembahasan ini untuk kita pelajari bersama. Jika memang dia yang shalih akhlak dan agamanya telah hadir dalam mimpi-mimpi kita, lalu apa yang membuat kita ragu untuk menyampaikannya pada orang tua seperti Hafshah ra yang memberikan “masukan” kepada ayahnya? Atau sebagaimana putri Syafura yang menyampaikan hal itu kepada ayahnya, Nabiyullah Syu’aib as.

Kenapa kita harus membiarkan hal ini membuat rusuh risau hati yang bisa menjerumuskan kedalam kegelapan syahwat dunia.

Wallahu ‘alam bishawab
|

Selasa, 15 Maret 2011

Download Murotal Al Qur'an

Dari Nabi, beliau bersabda: Allah berfirman: Aku sediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh sesuatu yang belum pernah dilihat oleh mata dan tidak pernah didengar oleh telinga serta tidak terbesit dalam hati manusia. Bukti kebenaran itu terdapat dalam Al Quran Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Shahih Muslim No.5050)

Berikut Dowload
Murotal Sudais
Al Matsurat

Akhlak Kepada Lawan Jenis

Pembahasan akhlak dalam ajaran Islam meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Mulai dari hubungan manusia dengan Rabb-nya, manusia dengan manusia hingga manusia dengan lingkungannya. Dalam hubungan antara lawan jenis (laki-laki dan wanita) yang bukan suami istri atau mukhrim, ada beberapa adab-adab yang harus diperhatikan diantaranya:

1. Adab Memandang

Menurut ajaran Islam, laki – laki yang sudah dewasa dilarang memandang wanita yang bukan mukhrim meskipun pandangan itu tidak menimbulkan syahwat. Begitu juga dengan wanita asing dilarang memandang laki – laki asing.
Dalam kaitannya pandangan terhadap lawan jenis, Allah Swt. telah menjelaskan di dalam Al Quran surat An Nur ayat 30-31:

Artinya :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. ( Q.S An Nur : 30-31)

Dari ayat diatas, Allah Swt. memerintahkan laki –laki dan perempuan untuk menundukkan pandangannya. Hal ini disebabkan bahwa pandangan merupakan sebab terbesar bagi tesiratnya keinginan. Sehingga salah satu penyebab baik buruknya akhlak seseorang tergantung bagaimana dia bisa menjaga pandangannya dari hal – hal yang dilarang untuk dilihatnya.

2. Adab ketika berkomunikasi

berkomunikasi. Dalam kaitannya dengan masalah ini Allah Swt. telah menjelaskan melalui Firman-Nya:

Artinya :
Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. (QS. Al Ahzab : 32)

Pada aat diatas yang dimaksud dengan tunduk di sini ialah berbicara dengan sikap yang dapat menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan dalam hati mereka ada penyakit ialah orang yang mempunyai niat berbuat serong dengan wanita, seperti melakukan zina.

3. Larangan adanya kontak fisik

Persentuhan antara laki – laki dan wanita dapat membawa pengaruh dalam jiwa. Akan tertanan dalam hatinya angan – angan dan rasa was – was serta melahirka kecendrungan untuk berikhtilat (bercampur baur antara laki-laki dan wanita). Perkara ini akan mengurangi iffah bahkan menghilangkannya dari diri seseorang dan akan mengajak kepada perbuatan keji dan hina.

Sebagaimana pernah disitir Nabi Muhammad Saw dalam sebuah sabdanya:

ﻮﺍﻟﻴﺩﺯﻧﺎﻫﺎﺍﻟﺑﻄﺶ
Artinya :
“Adapun zina tangan adalah dengan memegang”.( HR. Muslim dan Ahmad)

Ibunda A’isyah ra. pernah menuturkan:

Tangan Rasulullah Saw. Tidak menyentuh tangan kaum wanita, melainkan wanita yang beliau miliki.(HR. Bukhori)

Ciri-ciri Akhlak Islam


Akhlak dalam ajaran Islam diterangkan dengan sangat rinci, berwawasan multi dimensi kehidupan, sistematis dan beralasan realistis. ”Akhlak Islam” bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental.

Adapun ciri – ciri akhlak Islamiyah menurut Drs. H.A. Mustofa, yaitu
1.   Kebajikan yang mutlak
Islam telah mengajarkan akhlak yang luhur yang menjamin kebaikan dan kebahagiaan bagi seseorang baik sebagai  individu maupun masyarakat pada setiap waktu dan  keadaan. Sebaliknya akhlak (etika) yang dibuat manusia lebih bersifat individu dan mementingkan diri sendiri dan tidak mampu menjamin kebajikan.
2.   Kebaikan yang menyeluruh
Akhlak Islam menjamin kebaikan untuk seluruh umat manusia. Dari segala zaman, waktu dan tempat. Mudah untuk dilakukan dan tidak memberatka bagi yang melakukannya. Islam telah mengajarkan akhlak yang mulia, sehingga dapat dirasakan sesuai dengan jiwa manusia dan dapat diterima akal sehat.
3.   Kemantapan
Akhlak Islam telah menjamin kebajian yang mutlak yang sesuai dengan pribadi manusia. Ketetapannya bersifat tetap, langgeng dan mantap, sebab yang menciptakan adalah Allah Swt yang Maha Bijaksana yang selalu memeliharanya dari kebaikan yang mutlak. Akhlak yang dibuat manuasia bersifat sementara dan sering kali berubah – ubah sesuai dengan kepentingan masyarakat itu sendiri.       
4.   Kewajiban yang dipatuhi 
Akhlak Islam merupakan akhlak yang bersumber dari wahyu yang wajib ditaati oleh setiap manusia. Didalamnya terdapat motivasi untuk selalu tunduk patuh dan berpegang teguh padanya yang timbul dari hati nurani yang menghambakan diri pada Zat yang Maha Agung. Akhlak Islam juga sebagai perangsang untuk berbuat kebaikan yang diiringi oleh pahala dan mencegah dari perbuatan keji dan jahat karena takut dengan azab dari Allah Swt.
5.   Pengawasan yang menyeluruh. 
      Akhlak Islam adalah pengawasan hati nurani dan akal sehat, Islam menghargai hati nurani bukan   dijadikan tolak ukur dalam menetapkan beberapa usaha. Firman Allah dalam surat Al Qiyamah: 1-2; yang artinya: ” aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah denngan jiwa yang amat menyesali (diri sendiri).”

Sumber Akhlak Islam

Persoalan akhlak di dalam Islam banyak dijelaskan melalui Al Qur’an dan Al hadits. Sumber tersebut merupakan landasan dalam setiap aktifitas manusia sehari-hari. Di dalamnya juga menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi informasi kepada umat apa yang semestinya harus diperbuat dan dilaksanakan sehingga dengan mudah dapat diketahui apakah perbuiatan itu terpuji atau tercela benar atau salah.

Kita telah mengetahui bahwa akhlak Islam merupakan sistem moral atau akhlak yang berdasarkan Islam, yakni bertolak pada aqidah yang diwahyukan Allah Swt pada Rosul-Nya yang kemudian disampaikan kepada umatnya. Akhlak Islam karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada Rabb Yang Maha Esa, maka tentunya sesuai dengan dasar agama itu sendiri. Oleh karena itu sumber pokok Akhlak Islam adalah Al Quran dan hadits yang merupakan sumber utama di dalam agama Islam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

ﻋﻦﺍﻨﺲ ﺒﻦ ﻣﺎﻠﻚ ﻗﺎﻞ ﺍﻠﻧﺒﻲ ﺻﻠﻲ ﷲ ﻋﻠﻳﻪ ﻮﺴﻠﻢ ﺗﺮﻛﺕ ﻓﻳﻢ ﺍﻤﺮﻳﻦ ﻠﻦ ﺗﻀﻠﻮﺍ ﻤﺎﺗﻤﺴﻛﺗﻢ ﺑﻬﻤﺎ ﻛﺗﺎﺐ ﷲ ﻮﺴﻨﺔ ﺮﺴﻮﻠﻪ

Artinya :
Dari Anas bin Malik berkata: Bersabda Nabi Saw.: ”Telah kutinggalkan atas kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunah Rasul-Nya.”

Nabi Muhammad Saw diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini telah dijelaskan Allah Swt dalam firman-Nya:

Artinya :
”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi mu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab:21)

Dari ayat diatas dijelaskan bahwa tugas utama Nabi Muhammad Saw. diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Untuk itulah Al Qur’an dan As Sunah dijadikan dasar atau sumber utama dalam akhlak Islam.

Akhlak Islam


Pengertian Akhlak

Kata Akhlak berasal dari kata   ﺍﺨﻼﻖ   bentuk jama’ dari kata    ﺨﻼﻖ   artinya tingkah laku, perangai, tabiat, moral.

Pengertian akhlak menurut istilah adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan, tanpa di pikir dan direnungkan lagi.
Sedangkan Al Ghozali memberikan definisi akhlak adalah segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran sebagai pertimbangan.

Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan di wujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka tindakan spontan itu disebut akhlak baik, atau akhlaqul karimah, atau akhlakul makmudah. Sebaliknya, apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang buruk, maka tindakan spontan itu disebut akhlak tercela atau akhlaqul madzmumah.

Prof. Dr. H. A. Rahman Ritonga, M.A. menjelaskan bahwa yang bisa disebut sebagai perbuatan akhlak seseorang ialah:

  1. Perbuatan itu sudah menjadi kebiasaan sehingga telah menjadi kepribadian
  2. Perbuatan itu mudah dilakukan tanpa didahului oleh pertimbangan.
  3. perbuatan itu timbul dari dorongan hati atau keinginan hati, bukan karena terpaksa
  4. perbuatan itu dilakuka dengan sesungguh hati, bukan sekedar bercanda dan kajian ilmiyah.
  5. perbuatan itu dilakukan dengan ikhlas (untuk perbuatan baik).
  6. Tidak merasa bersalah atau malu setelah melakukannya karena sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari.

Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa akhlak itu berasal dari dorongan hati. Jadi baik buruknya akhlak seseorang sangat tergantung pada kondisi hatinya. Akhlak juga merupakan suatu prilaku yang timbul secara spontanitas tanpa pertimbangan terlebih dahulu dan prilaku tersebut sudah menjadi kebiasaan dan tidak ada rasa malu atau penyesalan setelah melakukannya

Pandangan Islam Terhadap Pacaran


Setelah kita memahami makna pacaran dan mengetahui fakta-fakta dilapangan, maka pacaran dalam Islam itu tidak ada, bahkan pacaran itu sendiri dilarang. Aktifitas atau hubungan di antara dua lawan jenis yang memposisikan diri seolah-olah memiliki hubungan spesial layaknya suami istri sebagai substansi dari pacaran, hal ini jelas dilarang.
Pernyataan di atas bukan tanpa alasan, bisa dipastikan bahwa dalam aktifitas pacaran akan berpotensi memunculkan pelanggaran-pelanggaran syar’i. Misalnya kontak fisik atau berdekatan secara fisik, saling memandang dan bersunyi-sunyi (berkhalwat) yang semua itu dilarang dalam syariat Islam.
Rasulullah saw  bersabda:
”Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi muhrimnya, sebab bila demikian setanlah yang menjadi pihak ketiganya.” (HR. Ahmad)
Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa kebiasaan bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mukhrim dari wanita tersebut, maka hal tersebut dapat menimbulkan fitnah, hal ini karena pihak ketiga yang akan ikut campur dalam urusan ini adalah setan yang selalu membisikkan dan mengajak manusia untuk perbuatan  keji dan mungkar.
Jadi aktifitas pacaran yang biasa dilakukan oleh kebanyakan remaja, yaitu bersunyi sepi berduaan yang tidak didampingi mukhrim dari perempuan tersebut, maka jelas hal ini akan menimbulkan kemudharatan yang amat besar yang dapat merugikan antar kedua belah pihak.

Sebab Siswa Berpacaran

Menurut BM Asti, ada dua sebab utama yang mendorong remaja atau siswa melakukan pacaran diantaranya:
1.    Tuntutan Biologis
Pada usia remaja dalam hal ini adalah siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya organ-organ reproduksinya sudah mulai bekerja. Libido seks sudah mulai berfungsi. Masa inilah yang disebut dengan masa pubertas. Masa ini merupakan masa dimana seseorang akan mengalami seksual  pada dirinya yang luar biasa.
Menurut Elizabeth B. Hurlock dalam Psikologi Perkembangan (Erlangga: 1990), pubertas adalah periode perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual.Root seperti yang dikutip Hurlock menyebutkan, ” Masa puber adalah suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat – alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Tahap ini disertai dengan perubahan perubahan dalam pertumbuhan somatis dan perspektif psikologis.
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan yang terjadi pada remaja itulah yang menimbulkan adanya dorongan seksual dan rasa ketertarikan pada  lawan  jenis. Prilaku  yang  dulunya pasif terhadap lawan  jenis, kini karena perkembangan yang terjadi, sehingga  mulailah diarahkan untuk
menarik lawan jenis dan dalam rangka mencari pengetahuan tentang seks. Inilah  salah  satu  sebab  yang  mendorong  sesesorang untuk  mulai coba-coba  mengadakan penjajakan dan pengenalan dalam kehidupan seksual siswa atau remaja, yakni dengan berpacaran.
2.      Tuntutan Budaya 
Selain faktor biologis, pacaran juga bisa terjadi karena tuntutan budaya. Ini akibat psikologi remaja yang suka mengikuti trend perkembangan zaman tanpa filter. Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri dalam kondisi ini, remaja berupaya mencari identitas dirinya. Media masa, cetak maupun elektronik seperti Televisi, berperan dalam menentukan sikap prilaku (akhlak) remaja sebagai upaya penegasan identitas dirinya.
Lewat media televisi budaya pacaran dewasa ini gencar dikampanyekan yakni melalui tayangan sinetron-sinetron dan acara televisi lainnya. Pada intinya industri kapitalisme yang sedang merajai dunia dewasa ini telah mendesain sedemikian rupa image tentang pacaran. Pacaran digambarkan sebagai sebuah trend dan simbol pergaulan remaja modern.
Pernyataan tersebut diatas ternyata mampu memprovokasi remaja yang kemudian berusaha mati-matian untuk mencari pacar. Tuntutan budaya atau trend ini memang sering kali lebih menuntut untuk dipenuhi karena hal ini berefek pada sikap remaja dalam pergaulan.

Pengertian Pacaran


Secara bahasa pacaran berasal dari kata ” Pacar ” yang berarti kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercinta; berkasih-kasihan. Memacari adalah mengencani; menjadikan dia sebagai pacar. 1

Pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa pacaran adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dengan teman lawan jenisnya yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Dari pengertian tersebut maka dapat di pahami bahwa dalam hubungan berpacaran ada dua pokok yang harus ada, yaitu :

1.         Adanya aktifitas yang dilakukan seseorang dengan teman lawan jenisnya yang tetap
2.         Mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih

Selain pengertian diatas, pacaran didefinisikan sebagai aktifitas yang dilakukan dua remaja yang berlainan jenis untuk saling memadu cinta seolah-olah  mereka sebagai pasangan suami istri dengan batasan-batasan hubungan tertentu. 2

Pengertian pacaran diatas, apabila kita kaitkan dengan pacaran yang biasa dilakukan oleh siswa SMA, maka pengertian pacaran dapat diartikan sebagai aktifitas yang dilakukan oleh dua orang siswa yang berlainan jenis untuk memadu cinta kasih seolah-olah mereka sebagai pasangan suami istri dengan batasan- batasan hubungan tertentu.

Definisi pacaran diatas dapat dijadikan sebagai pembatasan masalah untuk bahan dalam penyusunan skripsi ini. Agar pembahasan lebih fokus dan tidak meluas kemana-mana.
Jika kita mengacu  pada definisi pacaran yang telah dikemukakan di atas, maka ada tiga kunci yang harus di pahami dalam memaknai pacaran yang dibahas di artikel ini.

Pertama, aktifitas yang dilakukan dua siswa yang berlainan jenis. Jadi, fokus pembahasan pacaran dalam skripsi ini adalah fenomena pacaran di kalangan siswa yang notabene dalam berpacaran umumnya belum memiliki niat untuk menuju jenjang yang lebih serius (pernikahan).

Kedua, untuk saling memadu cinta kasih seolah-olah mereka sebagai pasangan suami istri. Dalam  praktiknya, mereka yang berpacaran biasanya berprilaku seolah-olah mereka adalah sepasang suami istri. Mereka saling bantu- membantu, saling kasih-mengasihi, saling terikat satu sama lain, saling mesra, saling cemburu apa bila ada cowok atau cewek lain yang mendekati pacarnya, dan keuangan merekapun sering tombok dan lain sebagainya.

etiga, batasan- batasan hubungan tertentu. Dalam berpacaran, batasan-batasan hubungan antara siswa satu dan yang  lain ada perbedaan. Hal ini disebabkan karena perbedaan tingkat pemahaman dan penghayatan norma-norma agama yang masing-masing siswa berbeda. Selain itu juga, perbedaan background budaya dikalangan siswa juga berbeda.

1 Depdiknas, Kamus Bahasa Indonesia.  (Jakarta : Balai Pustaka. 1997)
2 BM, Asti. Jangan Pacarain Gue!. (Surakarta: Smart Media. 2005) h. 23

Your Slideshow Title Slideshow

Your Slideshow Title Slideshow: "TripAdvisor™ TripWow ★ Your Slideshow Title Slideshow ★ to Indonesia. Stunning free travel slideshows on TripAdvisor"